Ziarah Ingatan
Waktu, dalam kerangka yang lebih luas, sangat lekat dengan tema sejarah. Prihatmoko Moki dan Suvi Wahyudianto dengan pendekatannya masing-masing dan dengan pilihan teknik dan mediumnya yang khas bereksplorasi dengan tema sejarah. Keduanya berulang-alik di antara sejarah personal dan sejarah komunitas yang lebih besar. Keduanya ingin menyatakan bagaimana karya seni dapat mengajak kita melintasi waktu melalui peristiwa di masa lampau, bagaimana kita dapat membicarakan hal yang dulunya tabu, dan membantu kita berimajinasi tentang masa depan yang lebih baik.
Imajinasi Sang Waktu
Masa lalu, hari ini, dan masa depan kerap dibayangkan dalam satu lintasan garis yang sama. Meskipun demikian, masa lalu dan masa depan sebenarnya sama-sama penuh dengan spekulasi dan kemungkinan-kemungkinan. Kemungkinan-kemungkinan itu lahir dari apa yang hari ini kita jalani. Melalui eksperimentasi tekstil dan kristal yang ia lakukan pada karyanya, Irene Agrivina, berkolaborasi dengan Caroline Rika, mengajak kita membayangkan kemungkinan tentang masa depan. Tentang bagaimana benda-benda sekitar kita dapat tumbuh dan hidup dengan intervensi manusia dan teknologi. Sementara Lintang Radittya mengajak kita untuk mendengarkan masa lalu yang diceritakan oleh tanah dari dataran Merapi, Nglanggeran, dan Parangkusumo. Kedua karya ini mengajak kita untuk membayangkan cara-cara lain untuk membicarakan masa lalu, hari ini, dan masa depan.
Mengukur Bayang-Bayang
Wayang Ukur merupakan karya yang diciptakan oleh Ki Sigit Sukasman dengan curahan pemikiran yang progresif dan visioner. Melalui pemikirannya dan praktiknya itu, dapat kita temui pengetahuan hampir dalam setiap aspek karya tersebut, mulai dari proses pembuatan wayang, pertunjukan, penulisan cerita, siasat presentasi, dan sebagainya. Pengetahuan inilah yang kemudian sangat penting untuk dijaga, dirawat, agar dapat terus diwariskan.