MEN TA (too) WAY : Merayakan Seni Rupa Tertua di Dunia'

Sardono W. Kusumo
25 & 26 Agustus 2023 | 20:00 WIB | Jogja National Museum


Melalui Cultural Journey, Sardono W Kusumo melihat pengetahuan dari kebiasaan masyarakat indigenous yang hidup dan menyatu dengan alam. Contohnya ketika beliau berada di hutan Kalimantan, dimana lebah sangat sensitif dengan bau manusia sehingga diperlukan bau tumbuhan yang dibakar untuk berkamuflase. Atau ketika beliau tinggal bersama suku Asmat di Papua dengan kebiasaan mengaung seperti serigala di tengah tidurnya untuk menghindari serangan hewan-hewan buas. Bagaimana manusia adalah mimikri dari alam, termasuk kebiasaan mentato pada suku Mentawai.

Karya ini berlandaskan tentang penguatan kesadaran keragaman budaya dan keanekaragaman ekosistem di Indonesia serta kemungkinan intermediality yang dibangun atas pengamatan dan riset terhadap desain budaya. Pendekatan pada desain budaya yang dilakukan melalui praktek kreativitas dalam kerja kolaboratif oleh Sardono W Kusumo dengan masyarakat indigenous Mentawai ini bukan tentang ekspresi personal, tetapi refleksi atas memori kultural, memori sosial, memori tubuh, dan alam yang diresapi—bagaimana melihat aspek-aspek budaya dari pulau kecil ini secara menyeluruh.

Dalam konteks Mentawai, banyak adat istiadat turun temurun dari nenek moyang yang masih tetap dipegang oleh masyarakatnya. Salah satunya tato. Suku Mentawai menganggap tato sebagai bagian dari peninggalan budaya yang memiliki nilai estetika dan makna simbolik bagi penggunanya, serta sebagai suatu hal yang sakral dan berfungsi sebagai simbol keseimbangan alam.

Tato atau seni rajah di Suku Mentawai Sumatera Barat ini dikenal sebagai tato tertua di dunia. Meskipun begitu, banyak anak muda Mentawai mulai meninggalkan tradisi tato ini. Motif tato tertua dalam bentuk garis-garis yang sederhana dan melekat pada para mereka yang sudah dianggap memiliki keahlian yang bersangkutan dengan pengobatan atau yang disebut sebagai sikerei.

Sikerei melakukan penyembuhan menggunakan tradisi etnobotani yang merupakan kegiatan pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan dan dipertahankan secara turun-menurun sejak dahulu kala di masa nenek moyang. Tradisi tersebut tercipta dari kombinasi antara kebudayaan sosial masyarakat dengan keanekaragaman tumbuhan di daerah Mentawai.

Melalui aspek-aspek ekofenomenologi di atas, karya yang berbasis seni dan lingkungan hidup ini berorientasi untuk mengembalikan dan/atau merawat alam. Pada kehidupan masa kini, dalam skala global ilmu pengetahuan, seni mulai menyadari betapa pentingnya melawan arus kerusakan alam karena eksploitasi sehingga kesadaran tentang seni tato ini dapat merangsang empati pada keindahan flora dan fauna, terutama tato sebagai seni rupa yang menggunakan tubuh sebagai media utama.

Gejala visual yang sekarang disebut seni tato ini muncul sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Pada perkembangannya saat ini, tato pada manusia adalah suatu bentuk modifikasi tubuh dan menjadi penanda identitas untuk menunjukkan eksistensi baik individu maupun kelompok. Linimasa perkembangan seni tato, dari teknik pembuatannya hingga makna dan kegunaannya, akan dielaborasi melalui kerja kolaborasi Sardono W Kusumo dan para penggiat tato dalam karya ini.