Kanoko Takaya

  • Biografi Seniman

    Kanoko Takaya (lahir di Kyoto, 1990) memiliki ketertarikan pada budaya Indonesia khususnya sejak Ibunya sering mengunjungi Bali. Di tahun 2014, kecintaanya terhadap budaya Indonesia berkembang hingga akhirnya ia memutuskan untuk pindah dan melanjutkan studinya di Institut Seni Indonesia (ISI), Surakarta setelah lulus dari jurusan Desain Visual di Kyoto Seika. Selama belajar di Solo, ia menaruh perhatian pada topeng Indonesia yang menurutnya lebih ekspresif, detail, dan menggugah dibandingkan dengan topeng Jepang. Hingga akhir tahun 2019, ia mulai pindah ke Bali dan bekerja sebagai seniman Pithecanthropus di bawah mereknya sendiri yang bernama Kanokon. Sepanjang ini ia telah menghasilkan tiga seri karya seni yang bertajuk Seri Indonesia, Seri Inner, dan Seri Movement.

    Seri Indonesia menggambarkan cara pandang Kanoko sebagai orang asing yang tinggal di Indonesia. Sementara Seri Inner merupakan upaya untuk melihat dirinya sendiri dan hubungan simbiotik antara manusia dan alam. Karya-karya dalam seri ini cenderung taktil dan intuitif. Seri ini kemudian berkembang menjadi Seri Movement. Pada seri terakhir, ia mengalihkan fokusnya pada gagasan fluiditas, gerakan, dan keseimbangan. Ia juga menekankan pada eksperimentasi material untuk menemukan keseimbangan dan harmoni antara dua sifat yang berlawanan, yaitu spontanitas dan kontrol.

    Gagasan dan ide kekaryaan Kanoko telah ditampilkan dalam pameran tunggalnya yang bertajuk Te To Te, Kochi, Japan (2023), Kune Kune, Semarang Gallery (2023), Naluri Arus: Instinct of the Current, Artsphere Gallery (2021), dan Lucky Indonesia, H2O gallery, Kyoto, Japan (2014). Sementara beberapa pameran kelompok yang pernah diikuti, antara lain Printmaking collaboration with Devfto Printmaking Institute, Bali (2023), TITICARA, ISA Art Gallery, Jakarta (2022), Time Capsule, CANS Gallery, Jakarta (2021), dan Pegang - Pegang, Titik Dua, Bali (2020).

  • Konsep Karya

    Karya Kanoko banyak menyajikan gestur dan sensasi. Melalui wujud lekukan garis dan warna-warna lembut, ia ingin mengajak publik melampaui apa yang mampu dipahami oleh indra penglihatan manusia. Pengunjung diajak untuk menyelami sensasi sentuhan seperti yang dirasakan Kanoko saat proses berkarya. Interaksi setiap orang dengan karya seni ini akan menciptakan ingatan pengunjung dengan karya, salah satunya penerimaan dan pelepasan. Rasa ikhlas yang melekat pada tubuh seperti halnya beradaptasi terhadap ruang, kondisi, perubahan, dinamika bahkan misteri.

    Karya ini menjadi simbolisme dari pemikiran seniman tentang keinginan manusia yang selalu terlihat sesuai dengan kondisi sekitar. Upaya untuk menjadi sesuai ini digambarkan melalui penggunaan eco-material berupa coco fiber dan instalasi yang bermaterialkan limbah tekstil.

    Pemanfaatan limbah tekstil juga menjadi refleksi mengenai upaya manusia untuk beradaptasi dan menerima kesunyataan bahwa Bumi tidak mampu memenuhi segala keserakahan manusia. Bentuk garis dan lengkung pada karya seni ini merefleksikan alur yang selaras dengan alam; dengan melepaskan setiap gagasan-gagasan yang ada di dalam pikiran manusia, setiap individu akan menemukan kesempatan-kesempatan baru. Lekukan dalam karyanya adalah representasi dari upaya manusia untuk beradaptasi dan menemukan makna diri.

Represented by :