Rangga Purbaya

  • Biografi Seniman

    Rangga Purbaya (lahir 1976) merupakan seniman visual yang tertarik dengan sejarah dan wacana genosida politik 1965 di Indonesia. Rangga menyelesaikan studinya di Jurusan Fotografi di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Karya-karyanya mengintegrasikan berbagai medium, seperti fotografi, teks, mix media, video, instalasi, dan seni performans. Memiliki ketertarikan dengan masalah sosial-politik, Rangga mengadopsi metode investigasi artistik untuk menggali sejarah pribadi, memetakan kembali ingatan dan identitas sebagai upaya untuk menelusuri konsekuensi atas tragedi tersebut.

    Pada tahun 2002, ia mendirikan Ruang MES 56, sebuah kolektif seniman yang berfokus pada pengembangan fotografi dan seni kontemporer. Selain itu, ia bergabung dengan 1965 Setiap Hari, sebuah kolektif riset dan penyiaran transnasional yang bekerja dengan media sosial di Indonesia.

    Rangga pernah menggelar beberapa pameran tunggal, termasuk Tahun-Tahun Yang Berbahaya / The Dangerous Years, Ruang MES 56, Yogyakarta (2024), To The Lost One, Ruang Mes 56, Yogyakarta (2017), dan Stories Left Untold, FĂȘte de l'HumanitĂ©, Paris (2016). Sementara itu, beberapa pameran lainnya, meliputi Testimony of The Soil, York College Galleries, Pennsylvania (2024), Crossing Ecotone, Museum Sonobudoyo, Yogyakarta (2023), Manifesto, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2022), Iwaya Community Art Biennial, Lagos (2021), dan Light On The Move, Asia Culture Center, Gwangju (2019). Ia juga aktif terlibat dalam beberapa panel diskusi dan kuliah umum.

  • Konsep Karya

    Tahun-Tahun Yang Berbahaya: Wajah-wajah tak Bernama - Nama-nama tak Berwajah

    Bagaimana jika ternyata di ujung segala upaya untuk mencari kebenaran, di kaki sebuah pelangi kita menemukan bahwa kita semua terbangun dari sebuah tidur panjang, kembali di tahun 1964, ketika Soekarno menyampaikan pidatonya, Tahun Vivere Pericoloso, dengan berapi-berapi? Apakah kita bisa mencegah Gerakan Satu Oktober terjadi? Apakah enam Jenderal tidak jadi kehilangan hidupnya sia-sia? Apakah kehidupan akan berjalan seperti semula? Apakah kita akan bahagia selamanya?

    Tidak ada yang bisa menjawabnya, karena tentu saja ini hanya kira-kira. Sebuah tragedi telah terjadi dan tidak ada satu orang pun yang bisa mengubahnya. Tujuh puluh lima ribu, lima ratus ribu, satu juta lima ratus, tiga juta jiwa telah menjadi korban. Apa yang bisa kita lakukan untuk mereka?

    Tahun-Tahun Yang Berbahaya (TTYB) merupakan representasi dari sebuah masa yang penuh dengan ketidakpastian, kacau dan syak wasangka. Rangga Purbaya (1976) mengambil judul pidato Soekarno saat Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-19 tahun 1964, Tahun Vivere Pericoloso (TAVIP), untuk membuka statistik, angka namun sekaligus berspekulasi dengan sebuah metode yang ia gunakan dalam kekaryaannya beberapa tahun belakangan. Rangga menggunakan teknologi AI sebagai pendekatan etis untuk menggenerasikan narasi sejarah yang faktual namun masih diselimuti kabut sampai sekarang, Tragedi 65.