Pius Sigit Kuncoro

  • Biografi Seniman

    Pius Sigit Kuncoro (lahir di Jember, 1974) menyelesaikan studi Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Di awal karirnya, Pius menggunakan seni video dan performans untuk menyampaikan gagasan dan pemikirannya mengenai realitas sosial. Di tahun 1999, bersama Bintang Hanggono dan Wildan Antares, ia mendirikan Geber Modus Operandi, sebuah kelompok seni performans interdisipliner yang menggabungkan kompleksitas seni rupa, multimedia, teater, dan suara, berfokus pada tema tentang identitas dan tubuh. Meski demikian, dalam perkembangannya, Pius juga menggunakan medium drawing dan seni lukis yang dikenal memiliki gaya realis dengan pesan berupa kritik satir.

    Pius pernah mengikuti beberapa workshop dan residensi, meliputi Artist in residence, CAP House Kobe, Jepang (2007), Artist in residence, Fukuoka Asian Contemporary Art Museum, Jepang (2005), KHOJ artist Workshop, Bangalore, India (2004), dan Artist in residence, Ibaraki, Jepang (2001-2002).

    Pius pertama kali melakukan performance art pada tahun 1999 di Yogyakarta, Makassar, dan Den Haag (Belanda) dan pameran tunggal pertamanya yang berjudul I Feel Fine di Kedai Kebun, Yogyakarta pada tahun 2000. Pameran tunggal Pius lainnya, antara lain Nyandhi Wara, Sangkring Art Space, Yogyakarta (2011), Jowo Adoh Papan, Via Via Cafe Traveller, Yogyakarta (2011), Mission Sacre, SIGIart Gallery, Jakarta (2009), dan Pertempuran Terakhir, IVAA Hobby Studio, Yogyakarta (2008)

  • Konsep Karya

    Ramalan selalu mempesona dalam kesamarannya, dan merayap di antara kekaburan. Kerap ia dianggap Sang Bukan-bukan, bukan trah keluarga Ilmu Pengetahuan yang punya garis darah metodologi ilmiah, bukan pula trah keluarga Insting Alamiah yang punya garis darah makhluk pemakan segala sesuatu yang tumbuh dari tanah. Dengan titik tolak keterbatasan yang ingin menjangkau ketidakterbatasan, ia dalam kerentanannya menyeruak sebagai letupan jiwa manusia di hadapan gelap misteria akan masa depan berkabut melalui kemenduaan yang mendebarkan. Ini adalah sekeping permainan di tengah revolusi mesin pintar.

    Sigit Pius bersama dengan In Nugroho dan Erson Padapiran menggunakan metafora menggunakan figur anak-anak sebagai metafora atas pemaknaan terhadap ramalan selayaknya permainan anak-anak, terutama permainan petak umpet. Dalam petak umpet anak yang jadi 'kucing' akan mencari teman sepermainannya yang sembunyi. Usaha pencarian ini juga ditunjukkannya dengan menghadirkan video tembang dolanan anak-anak 'Cublak-cublak Suweng', di mana anak yang jadi 'kucing' harus mencari keberadaan suweng (subang, sejenis anting perhiasan perempuan Jawa). Proses pencarian makna ini seperti halnya kita mengartikan ramalan. Karya ini menyampaikan bahwa:

    KEBOHONGAN YANG MEMBAUR DENGAN KEBENARAN MEMBUAT PERNYATAAN SEOLAH KENYATAAN DENGAN SENDIRINYA.

    RAMALAN YANG MEMBAUR DENGAN DATA EMPIRIK MEMBUAT MASA DEPAN SEOLAH AKAN TERJADI DENGAN SENDIRINYA.

    RAMALAN MUNCUL BERSAMA MEMBAURNYA KEBENARAN DAN KEBOHONGAN, JALINAN KETIGANYA MENGHADIKAN HIPERREALITAS MASA DEPAN YANG DRAMATIS