Yola Yulfianti

  • Biografi Seniman

    Sebagai seorang penari dan koreografer, Yola Yulfianti (lahir di Jakarta, 1981) mengembangkan kemampuannya dengan mengikuti berbagai lokakarya dan bekerja sama dengan koreografer dan sutradara dari dalam dan luar negeri. Ia menyelesaikan pendidikan Seni Tari di Institut Kesenian Jakarta pada tahun 2004 dan melanjutkan program pascasarjana Seni Urban dan Industri Budaya di perguruan tinggi yang sama pada tahun 2009. Karyanya yang berjudul Suku Yola mendapat penghargaan Pearl dalam ajang Dance Film Internasional di Berlin, Jerman. Ia juga mengembangkan minatnya dalam seni musik melalui lokakarya soundscape bersama Piet Hein Van de Poels (Belanda) dan Otto Sidharta (Indonesia) di tahun 2001. Sejak saat itu ia kerap memadukan karya koreografinya dengan musik garapannya sendiri.

  • Konsep Karya

    Seni pertunjukan tradisi (performing arts) yang praktik kolektifnya dilandasi oleh nilai-nilai sosial dan spiritual menarik perhatian Yola. Tarian adalah seni sekaligus ritual. Tubuh penari adalah penanda identitas serta spiritualitas budaya. Di beberapa daerah, momen-momen pertunjukan adalah perayaan, upacara penyucian dan doa bersama. Para penari mengizinkan tubuh mereka kehilangan kesadaran (trance) setelah melakukan persiapan seperti berpuasa dan berdoa agar terjalin hubungan dengan yang transenden. Gerakan-gerakan tari dimaknai sebagai penjaga alam dan pengingat yang fana tentang keseimbangan antara manusia, alam dan Sang Pencipta. Istilah "mamak-mamak" dalam judul karya ini mengacu pada sebutan untuk ibu, panggilan yang lazim digunakan di lingkungan bahasa Melayu di Riau (Sumatera).

    Para ibu penenun di dusun Karatau (Sulawesi Barat) yang menghasilkan tenun Sekomandi menggunakan bahan baku yang sepenuhnya dari alam. Di Papua ada Hutan Perempuan, lingkungan bakau yang hanya boleh dimasuki oleh perempuan dengan melepas busana. Para "mama-mama" berada di sana untuk mencari kerang dengan menggunakan kaki. Di ruang sosial itu mereka saling bertukar informasi dan cerita. Ketika hutan mangrove dan pantai makin beralih menjadi tempat pembuangan sampah, "mama-mama" tetap datang ke sana untuk memilah dan memanfaatkan sampah yang berkualitas. Kondisi Hutan Perempuan mengingatkan Yola pada lingkungan sekitar tempat tinggalnya di Bantar Gebang, Bekasi, lokasi pembuangan akhir bagi ribuan ton sampah warga Jakarta dan sekitarnya.

    Gubahan tari Yola bersumber dari lingkungan tradisi maupun ruang-ruang urban. Karya instalasi video tarinya menampilkan kolase gerakan tubuh dengan meminjam sudut pandang pertunjukan tradisi dalam perubahan lingkungannya. Koreografi tari Yola mengekspresikan flash, gerakan tubuh urban yang biasa yang kita saksikan ketika orang beraksi di depan ponsel genggamnya.