Zeta Ranniry Abidin

  • Biografi Seniman

    Sedang menempuh pendidikan seni rupa di Universitas Kristen Maranatha, Zeta Ranniry Abidin (lahir di Surabaya, 2003) merupakan seniman yang mulai menaruh perhatiannya pada seni lukis sejak duduk di bangku sekolah. Semenjak mendapatkan penghargaan sebagai juara melukis nasional dan beberapa kompetisi serupa tingkat SMA, Zeta mulai menekuni dunia melukis secara serius dan profesional. Salah satu capaian lainnya adalah memperoleh Bronze Award 13th UOB Painting of The Year Competition 2023 untuk kategori Emerging Artist. Sementara itu, karya Zeta cenderung menggunakan figur manusia sebagai subjek eksplorasi utama dalam lukisannya, yang nantinya ingin ia kembangkan melalui pendekatan psikologis. Sebagai pelukis pemula, Zeta selalu merasa tertantang apabila dirinya terpilih sebagai partisipan pameran. Perasaan ini pula yang kemudian mendorongnya untuk memberikan sebuah karya dengan gagasan yang reflektif namun juga universal.

    Zeta aktif terlibat dalam penyelenggaraan pameran. Pameran tunggalnya, meliputi The Miracle Of Selftalk, Miracle Aesthetic Clinic (2022), Re:Play, Unicorn Creative Space (2022), dan Milestone-17, Vasa Hotel Surabaya (2017). Sementara beberapa pameran kelompok, antara lain 1st Grey Annual Award, Grey Art Gallery (2024), Motif: Lamaran ArtJog, Jogja National Museum (2023), Art Moment 3 Jakarta, bersama 2Madison Gallery, Art:1 Museum (2022), dan Asia International Friendship Exhibition 2022, Tokyo (2022)

  • Konsep Karya

    Zeta tertarik pada fenomena dalam medan seni global. Apakah nujum para penulis di masa lalu yang meragukan masa depan seni rupa Indonesia masih berlaku pada era sejagat yang sangat berpengaruh sekarang ini?

    Kekhasan seni Indonesia tidak dibatasi oleh penggunaan simbol-simbol tradisi atau kekayaan budaya masa silamnya saja. Identitas keindonesiaan di era global ditentukan oleh luasnya pengaruh dari medan seni yang diterima, kerja keras dan sikap kritis seniman. Seri lukisan potret diri Zeta menggambarkan motif pencarian diri ke dalam dan keluar. Berseragam kerja seniman, bersila di studio dengan latar buku-buku sebagai majas yang memotivasi. Gestur tiga pasang tangan mirip tarian yang bersilangan pada potret-potret ini bermakna tantangan yang jauh ke depan, keteguhan dan ketenangan diri. Pencapaian seniman dilambangkan dengan kehadiran sebuah mahkota.

    Potret diri Zeta diidentifikasi dengan genre atau norma dalam seni lukis: realis, impresionistis, semi abstrak dan abstrak. Gaya atau aliran menggambarkan tahapan perkembangan seni rupa di dunia global: dari bentuk-bentuk yang serupa dengan alam (liralam) mengarah ke abstrak (nirada).

    Meski demikian ramalan mengenai masa depan seni Indonesia penuh dengan berbagai kemungkinan, misterius seperti buku. Panel kelima atau terakhir dari seri karya yang berukuran besar ini menghadirkan potongan-potongan cermin yang mewakili buku. Cermin-buku itu memantulkan fragmen ke berbagai arah, menangkap bayangan para pengunjung yang menyaksikan karya ini. Kekayaan bacaan, menurut karya ini, adalah cermin diri.