Leonard Suryajaya lahir pada 1988 di Medan (Sumatera Utara). Ia belajar teater di California State University, Fullerton (2013), fotografi di School of the Art Institute of Chicago, Chicago (2015) dan seni rupa di Skowhegan School of Painting and Sculpture (2017), New York. Kini menetap di Chicago, Amerika Serikat.
Leonard Suryajaya telah melahirkan sejumlah seri karya foto yang menarik perhatian. Foto-foto karyanya diinspirasikan oleh latar belakangnya sendiri sebagai migran dari Indonesia. Ia tumbuh di lingkungan keluarga Tionghoa, penganut Buddhist, diasuh oleh seorang Muslim dan menempuh pendidikan di sekolah Kristen. Pada 1998 ia menyaksikan kekerasan terjadi pada keturunan etnis Tionghoa di sejumlah kota di Indonesia, membuat keluarganya mesti pergi dan mencari tempat aman di Malaysia. Hal itu mengingatkannya lagi akan pengalaman masa lampau orangtuanya yang harus berganti nama dan mengalami pengekangan secara budaya. Pengalaman traumatik semacam itu membuat pandangan Leonard atas kehidupan sosial yang percaya pada nilai-nilai komunitas dan kekerabatan berubah. Pada 2016, ia memutuskan pindah ke Amerika dan merasakan sensasi kebebasan yang selama itu tidak pernah dialaminya.
Seri foto Leonard kerapkali menampilkan subyek-subyek yang adalah para kerabatnya. Tema-temanya berkisar pada perpindahan, perasaan unggul dan rendah diri sosial, trauma, kekerabatan dan anutan kepercayaan. Subyek fotonya ditampilkan dalam pose-pose ganjil atau absurd, dengan dandanan aneh serba menor dan meriah, mengenakan topeng dan berbagai aksesori lain, seakan persiapan untuk teater akbar. Tiap detil fotonya ditampilkan dengan cermat, disusun layaknya latar panggung atau film layar lebar. Pengaruh ini agaknya berasal dari pendidikan dalam seni teater yang pernah ditempuh sebelumnya.
Subyek-subyek yang dihadirkan terasa dekat, saling memiliki ikatan tapi sekaligus asing dan menciptakan situasi ambigu. Tak jarang ia memasukkan unsur humor—seringkali terasa pahit atau gelap—untuk mendekatkan kita secara psikologis pada subyek ganjil foto-fotonya. Bagi Leonard, sebagian hidupnya sebagai diaspora adalah upaya untuk berhenti menjadi "takut pada badut-badut di Indonesia".
Leonard menulis: "Tanah air tidak selalu berarti komunitas atau kewarganegaraan secara luas, istilah itu hanya mewakili kebenaran perihal di mana kita lahir atau nenek moyang kita berasal. Tanah air sebagai sesuatu yang secara fisik tidak berubah atau memiliki orientasi politik dalam batas-batas geografis tampaknya tidak selalu cocok dengan perasaan memiliki di dalam. Di tengah diaspora etnis yang menyebar di seluruh dunia, rumah menjadi hal yang sulit dijelaskan. Selain ide sederhana tentang kehibridan, saya mengalami budaya, ras, keyakinan, dan kewarganegaraan yang selalu terjerat dalam jejaring hubungan. Kita bisa secara serentak berada di banyak tempat, atau tidak sama sekali. Pada saat itu rumah terasa mustahil, bahkan tidak terjangkau, sebuah titik yang selalu mengambang dalam peta geopolitik."
Berlatar ketidakpastian global pasca-pandemi, seri foto Parting Gift-nya di ARTJOG menelusuri gambaran kekerabatan dalam budaya Tionghoa-Indonesia dengan perspektif Amerika. Seri foto ini adalah perihal tatanan, kekacauan, identitas, perpindahan, trauma, drama kehidupan dan...bayangan kematian.