Rita Widagdo

Rita Widagdo lahir pada 1938 di Rottweil, Jerman Barat. Belajar seni patung pada Staatliche Akademie der Bildenden Künste (SABK), Stuttgart, Jerman (1957-1964). Ia pindah ke Indonesia pada 1965, bergabung di Bagian Seni Rupa (kini Fakultas Seni Rupa dan Desain), Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengembangkan pendidikan seni patung. Patung-patung publiknya—sejak 1970-an—sudah tersebar di seluruh Indonesia, sejak Aceh sampai Papua. Menetap dan berkarya di Bandung.


Rita adalah bagian dari apa yang sering disebut "Mazhab Bandung" di dalam perkembangan seni rupa di Indonesia, ditandai oleh gaya-gaya abstrak-formalis yang berkembang di kalangan para perupa Bandung sejak pertengahan 1950-an.


Dalam dunia modern, karya seni mempunyai eksistensinya sendiri yakni mewujudkan ungkapan bentuk-bentuk baru. Wujud baru itu menurut Rita "harus mampu melepaskan diri dari "tuntutan representasional" pada sesuatu yang pernah ada menjadi sesuatu yang mempunyai eksistensi sendiri.:" Karya seni yang mempunyai eksistensi sendiri dalam pengertian ini adalah mengolah sepenuhnya unsur-unsur rupa: garis, bidang, bentuk, massa dan warna. Pencarian esensi garis, penjelajahan bidang, pengolahan sifat-sifat permukaan, permainan massa, penelusuran efek cahaya dan warna, serta penciptaan struktur menjadi pusat perhatian karya-karya patung Rita Widagdo. Yang mencolok dari patung-patung Rita Widagdo adalah kepekaannya membuat susunan baru melalui elemen-elemen formal itu untuk menimbulkan pengalaman subyektif pemandangnya. Meski selalu bermotif abstrak, patung Rita bukanlah bentuk yang benar-benar membisu.


Perkembangan bentuk patungnya kemudian juga dipengaruhi oleh hasil pengamatan atas dunia tumbuhan dan kekayaan alam hayati di Indonesia. Ekspresi patungnya mengesankan hadirnya bentuk-bentuk yang lebih organik, memberi asosiasi pada sesuatu yang hidup dan berkembang. Semua kerumitan teknis pengerjaan karya patung Rita Widagdo dapat dirasakan pada pengerjaan detailnya untuk mengolah bahan-bahan logam seperti tembaga, perunggu, kuningan, besi, dan terutama jenis baja dan alumunium yang keras menjadi suatu entitas baru. Di luar material itu sejumlah patungnya juga dikerjakan dari bahan granit, batu dan kayu jati.


Kata-kata Rita Widagdo, "Proses berkarya di bidang seni adalah kesempatan untuk merenungkan asal-mula keberaturan di dunia ini... [...] Tujuan saya bekerja adalah menggarap tuntas problem seni yang saya pilih sendiri, dengan harapan dapat mencapai titik kesempurnaan, hal yang dalam hidup ini sangat jarang terjadi." Kata-kata itu menyiratkan dengan jelas keyakinannya sebagai seniman formalis. "


Meski kariernya dalam seni patung sudah terentang sepanjang setengah abad terakhir ini, dalam catatan, karyanya belum pernah dipamerkan di Yogyakarta. Patung-patung karyanya yang dipamerkan pada ARTJOG dipilih sendiri oleh senimannya.