Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Outskirts
2023
Mella Jaarsma, lahir pada 1960 di Emmeloord, Belanda. Belajar seni rupa di Minerva Academy of Visual Arts, Groningen (Belanda; 1978-1984), Institut Kesenian Jakarta (1984) dan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta (1985-1986). Menetap di Yogyakarta.
Tiga motif utama yang menarik perhatian Mella Jaarsma dalam jelajah artistiknya selama empat dasawarsa terakhir ini adalah bayangan, selubung dan relasi raga dengan ruang hunian. Ketiganya menandai periode perkembangan seni rupa Mella setelah menginjakkan kaki di Indonesia pada 1984. Motif bayangan mendekatkan Mella pada penelusuran tema-tema sekala/niskala, riil/maya, kehidupan/kematian, eksis/noneksis.
Motif selubung/kulit kedua menengarai perkembangan sesudahnya, dapat dimaknai sebagai penjelajahan tema identitas yang dikerjakan Mella mulai awal 2000-an. Mella bukan lagi merasa sebagai liyan, tapi seniman yang terlibat di dalam dinamika sosial-politik masyarakat di mana dia tinggal. Di masa ini—seiring dengan perjalanannya yang semakin jauh ke berbagai tempat—lahirlah sejumlah besar karya instalasi dan obyek-obyek performans. Tema-tema identitas politik dan budaya, relasi gender, dialektika antara fasad/bangunan/pelindung dan isi/hunian/pemangsa, ruang privat/publik dikerjakan dengan berbagai wahana yang mengedepankan segi-segi materialitas yang kaya. Tatapan bolak-balik antara subyek dan subyek melalui celah/ruang-antara menyiratkan pengalaman akan limbus, ironi yang dengan tajam pernah diistilahkannya sebagai “londho ngemis” dan “ngemis londho”. Praktik-praktik seni ini bagi Mella adalah pandangan kritis seniman melalui kaca mata “antropologi, sejarah dan kolonial”.
Motif kedua ini beririsan dengan jelajah artistik ketiga, yakni perhatiannya pada relasi antara raga dan ruang hunian dalam arsitektur tradisional. Antropometri dalam arsitektur lokal mengandung pemaknaan mendalam perihal kehadiran raga manusia yang menghuninya; simbolisme yang berelasi dengan ukuran-ukuran tubuh manusia (tinggi badan, depa, hasta, pundak, lengan, tangan, jari, kaki, langkah, dan sebagainya). Perhatian Mella sejak lama pada limasan di Jawa menunjukkan relasi konkrit ini. Sejak berdirinya, bahkan Rumah Seni Cemeti (1999) menempatkan ruang limasan di bagian depan sebagai tempat nongkrong yang secara fisik mempertemukan pendatang/tamu dan penghuni/tuan rumah. Akan tetapi limasan bagi Mella adalah juga representasi tepian/outskirts ketika teritori dan otonominya kian terdesak oleh mobilitas tubuh, perpindahan orang, persebaran ruang pada berbagai transformasi budaya secara global yang terjadi di mana-mana, saat orang masih tetap perlu hadir bersama raga dan aneka selubungnya.
SARA-swati II 2000
Mella membuat karya ini hanya dua tahun setelah periode Reformasi 1998 di Indonesia yang mengalami perubahan penuh kekerasan dalam peralihan kepemimpinan, yang melibatkan aksi saling tuding. Pada periode ini dia secara khusus menggunakan ide dari kulit kedua dalam karyanya, perhiasan penutup yang memproyeksikan ide-ide tertentu mengenai situasi sosial dan budaya yang dia amati di Indonesia. Judul karya ini menggabungkan dua referensi. Pertama, Saraswati adalah dewi pengetahuan yang berperang dengan tokoh-tokoh teater boneka lainnya. SARA adalah Suku, Agama, Ras, Antar-golongan, terminologi masyarakat Indonesia untuk merujuk diskriminasi berdasarkan komunitas, agama, dan antar golongan.
The Follower 2002
Gagasan mengenai kulit atau perhiasan juga muncul dalam The Follower 2002. Mella membuat karya sebagai reaksi atas bom Bali tahun 2002. Di karya ini bagian tambalan (emblem) yang menunjukkan afiliasi terhadap banyak lembaga sosial dan budaya dijahit menjadi satu jubah. Hal ini adalah usaha untuk melawan pandangan media dalam merepresentasikan kelompok-kelompok masyarakat Indonesia yang terlibat dalam penyerangan tersebut. Bagi saya, karya ini menyerupai proses kebutuhan untuk berafiliasi dengan, atau bersembunyi di balik lambang atau gelar resmi, pada saat afiliasi setiap orang dengan kelompok agama atau budaya dipertanyakan.
Londo Ngemis 2002
Londo Ngemis dari tahun 2002 diterjemahkan sebagai pengemis asing. Namun jika dibalik, Ngemis Londo juga berarti mengemis orang asing. Karya ini terbuat dari lempengan-lempengan tanduk kerbau. Permainan kata dalam judul karya ini mengacu pada pandangan Mella tentang stereotip orang asing kaya sebagai sasaran mengemis, dan sebaliknya, orang asing dalam posisi tertentu yang ikut mengeksplorasi dan mengeksploitasi hal-hal, tergantung pada situasi sosialnya.
Bola Balik 2002
Karya Bolak Balik dari tahun 2002 terbuat dari kulit kerbau yang merupakan bahan utama pembuat wayang kulit. Dalam catatan Mella, dia mengacu pada fakta bahwa dalam wayang kulit karakter selalu dalam keadaan berubah, bolak-balik, dari baik dan jahat dan kembali baik lagi. Harap dicatat bahwa ini adalah pembacaan wayang kulit yang progresif, yang sebagai genre sering dikooptasi oleh pemerintah dan mekanisme negara untuk mengekspresikan hanya satu sisi karakter mereka, sehingga menyederhanakan cerita-ceritanya untuk tujuan politik semata.
The Warrior 2003
Saya cukup beruntung melihat karya The Warrior 2003 ini pertama kali ia selesai dibuat, saat saya berusia 30-an. Kombinasi jubah militer prajurit yang dipadukan dengan rumput laut, dan dimasak dalam panci langsung di hadapan para pengunjung dan disajikan ke para pengunjung, adalah pengalaman yang sangat memukau. Saat Anda duduk di sana, Anda mengonsumsi makanan dan seragam. Dalam catatannya, karya ini mengacu pada peran ambigu militer Indonesia sebagai perusak dan penyelamat, baik memberi makan tetapi juga sekaligus menguasai 'wilayah-wilayah berbahaya' di Indonesia.
Shelter Me I 2005
Ini adalah bagian dari rangkaian karya yang mengacu pada arsitektur, dan mengapa dipilih untuk instalasi ini. Dalam catatan Mella ia merujuk pada kebutuhan setiap manusia untuk memiliki hunian. Namun karya ini juga menggabungkan keduanya; struktur kuil dan lambang militeristik. Kedua bentuk – spiritual dan militer adalah upaya untuk mencari perlindungan. Sekali lagi, pekerjaan bertindak sebagai kulit yang melindungi tubuh. Tubuh tampak pas dan dibatasi oleh kedua elemen tersebut.
Shelter Me I 2005
Karya ini adalah bagian dari rangkaian karya yang mengacu pada arsitektur, dan itulah alasan kenapa ia dipilih untuk instalasi ini. Dalam catatannya Mella merujuk pada kebutuhan setiap manusia untuk memiliki hunian. Namun karya ini juga menggabungkan keduanya; struktur kuil dan lambing-lambang militeristik. Kedua bentuk tersebut– spiritual dan militer adalah upaya untuk mencari perlindungan. Sekali lagi, karya ini bertindak sebagai kulit yang melindungi tubuh. Tubuh tampak yang pas dan dibatasi oleh kedua elemen tersebut.
Ini adalah rumah limasan. Dalam filosofi Jawa, limasan diukur menurut tubuh, (motif utama dalam karya-karya Mella). Filosofi ini ditemukan dalam Asta Kosala Kosali dalam tradisi Hindu Budha yang banyak dipraktikkan baik di Jawa dan Bali. Di dalam limasan umpak, atau alas, merujuk pada kaki atau dunia bawah, pilar merujuk pada tubuh, dunia nyata, dan atap merujuk pada kepala, atau tempat para Dewa bersemayam. Keseluruhan konstruksi arsitektural limasan dirancang untuk menciptakan keharmonisan antara tubuh dan ruang yang ditempatinya.
Dalam limasan Mella menyusun pembacaan antara “pinggiran” – daerah-daerah pedesaan di mana limasan biasa ditemukan – dan pusat – gentrifikasi objek ini oleh kelas-kelas masyarakat yang mengumpulkan limasan untuk direkonstruksi di kota. Limasan kini menjadi objek negosiasi antara mereka yang berada di pinggiran, masyarakat pedesaan yang miskin, dan pusat, kelas menengah yang menempati kota. Kelas menengah, seperti Mella dan suaminya Nindityo dari Rumah Seni Cemeti, memperoleh limasan dari orang-orang pedesaan yang miskin dan mengubahnya menjadi hunian artistik di pusat.
Mella juga mendekati limasan sebagai objek dengan fungsionalitas dan fleksibilitas yang tinggi, serta sinkron dengan tantangan-tantangan yang ada di lingkungannya. Limasan pada dasarnya adalah rumah bongkar pasang. Dapat diubah dan dibentuk kembali sesuai dengan kegunaannya. Ia sekaligus bermigrasi dan bersifat sementara, dapat dipindah saat dibutuhkan atau krisis. Bangunan ini dirancang untuk menahan panas, gempa bumi dan tantangan iklim tropis di wilayah cincin api.
Outskirts-Underworld 2023
Karya pertama Mella dalam struktur limasan adalah Ourskirts - Underworld. Karya ini terdiri dari sepasang kaki yang menyatu dengan umpak, alas dari empat pilar yang menopang atap limasan. Di sini kaki memakai bangunan, ditumpangkan di dasar batu bangunan, dan sekaligus sebagai salah satu bagiannya.
Kaki bukan hanya metafora untuk gerakan, atau tidak adanya gerakan. Tapi ia juga berfungsi sebagai metafora untuk dunia bawah atau bagian bawah kehidupan – seperti isu-isu mengenai ketegangan dan kegelapan di dalam rumah dan keluarga, seksualitas yang disembunyikan, ikatan tubuh pada ruang tertentu sejak lahir sampai mati. Pada saat yang sama kaki berpindah tempat, artinya limasan dapat bergerak, mendekonstruksi, berjalan menjauh dan berkumpul kembali di tempat lain. Ia adalah objek yang bergerak dalam negosiasi antara pinggiran dan pusat.
Seperti sebagian besar dari karya Mella, melalui Ourskirts - Underworld, bangunan menjadi sesuatu yang dikenakan oleh tubuh. Seluruh struktur limasan tidak hanya mencerminkan tubuh, tetapi dalam kasus Ourskirts - Underworld, dikenakan oleh tubuh, menyiratkan bahwa struktur limasan - adalah kulit - merupakan cerminan karya Mella dari tahun 1990-an dan 2000-an.
Ourskirts-Troubleskirts 2023
Empat patung yang terdapat di bagian tengah instalasi ini merupakan cerminan dari limasan tempat mereka berada. Pada saat yang sama, mereka menanyakan sifat tetap vs. sementara dari situs ini dan hubungannya dengan tubuh. Tubuh memakai bentuk limasan karya Mella, seperti patung-patung yang mencerminkan limasan tempat mereka berada – sebagai karya site-specific.
Dalam karya Outskirts - Troubleskirts Mella kedua karya ini sebagai karya yang mobile, mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, baik oleh penikmat maupun tubuh yang menempati karya tersebut. Judul karyanya sendiri menyiratkan bahwa jika ada 'masalah', limasan sebagai sebuah bentuk, karena kelenturan desainnya, dapat bangun dan pergi kapanpun juga. Masalah juga mengimplikasikan bahwa limasan adalah salah satu bentuk modal pada saat ada kesulitan keuangan – bahwa struktur, (bahkan terkadang balok kayu penyusunnya yang mahal) – bisa dijual kepada orang yang lebih kaya.
Kayu dari karya tersebut terbuat dari kayu bajak, menyiratkan teritorialitas dengan tanah pedesaan. Atap patung yang terbuat dari ijuk, yang Mella peroleh dari Bali dan Jawa, dan digunakan sebagai bagian dari atap rumah-rumah di Bali dan Jawa. Ijuk dalam karya ini mengacu pada kepala dan rambut, liar dan tak tertaklukkan, seperti pementasan Rangda dalam mitologi di Bali, yang mengacu juga pada dunia atas. Pakaian yang dikenakan tubuh dalam karya ini berupa kapas tenunan tangan yang diwarnai secara lokal, dengan elemen tambahan, seperti kulit durian, sebagai bentuk perlindungan.
Karya ini seperti selalu meminta kita untuk mempertimbangkan dua kondisi yang berlawanan - pembongkarannya di saat-saat sulit, dan ketersediaannya sebagai rumah tetap, yang mencakup siklus hidup (termasuk merawat anak-anak), dan sebagai bentuk perlindungan dari hujan dan panas. Semua bahan Outskirts -Troubleskirts dipilih secara khusus karena mereka kohesif dengan lingkungan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, hal ini adalah implikasi dari kedekatan limasan dengan lingkungannya, dan kemampuannya untuk bertindak sebagai "kulit kedua" dengan melindungi tubuh dari hujan dan panas.
Outskirts I dan II 2023
Dalam karya Outskirts I dan II, patung-patung yang diikat pada pilar luar limasan, dan dengan demikian tubuh, secara tidak langsung, terikat pada limasan. Sekali lagi, kedua karya tersebut adalah struktur di dalam struktur. Mereplikasi karya-karya Mella sebelumnya, kedua karya tersebut berperan sebagai tempat sakral di dalam limasan sebagai rumah. Tempat sakral itu menjadi tanda bahwa bangunan tersebut bersifat spiritual, bahwa saat membangunnya, (bahkan di situs ARTJOG ini) membutuhkan ritual-ritual khusus untuk menjamin kelancaran pembangunan limasan dan keselamatan bagi mereka yang membangun dan menempatinya.
Tambahan untuk Pinggiran I dan II adalah formasi langkah/tahapan, yang merupakan referensi relevan di banyak bangunan tua di Jawa, dan juga bertindak sebagai tanda spiritual pendakian dari dunia bawah ke dunia atas, dan tiga langkah/tahapan kelahiran, kehidupan dan kematian. Selain itu, pada kedua karya ini pilar-pilar, yang melekat pada karya tersebut, ditegaskan kembali dalam patung-patungnya, sebagai dunia tengah atau siklus kehidupan. Unsur-unsur karya sekali lagi menyinggung tentang keterlepasan dan keterbongkaran (deconstructability)-nya.
Dalam karya-karyanya, Mella menyiratkan bahwa kebutuhan akan perlindungan untuk rumah memang tidak spesifik untuk rumah-rumah di Jawa dan limasan, tetapi memang menjadi perhatian di mana-mana. Bahwa ruang (place) memiliki pengaruh langsung terhadap kehidupan, dan perlindungan tidak hanya bersifat fisik saja tetapi juga spiritual. Mella juga menyiratkan bahwa sisi lain dari gentrifikasi adalah mendaur ulang limasan sebagai bentuk warisan arsitektural yang dapat kita rekonfigurasi dan desain ulang sebagai cerminan keajegan dari perubahan. Karya-karya ini adalah tawaran mengenai limasan vis a vis kepercayaan, perlindungan dan spiritualitas, gentrifikasi, sistem kelas, dan perhatian terhadap lingkungan hidup.
Until Time is Old 2014
Karya Until Time Is Old ini juga dipilih secara khusus karena hubungannya dengan ruang. Melalui karya ini Mella bertanya, apakah ruang nyaman antara dua manusia? Berapa jarak antara ruang privat dan ruang publik? Bagaimana ruang menghubungkan orang? Karya ini, dibuat dari binatang bulu babi sebagai benda temuan (found object), mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang ruang tersebut.
Opposite Heads I dan II 2017
Karya ini, Opposite Heads I dan II, menanyakan tempat apa yang ditinggali oleh manusia saat dunia semakin terpolarisasi. Polarisasi ini membagi orang menjadi hitam atau putih, warna-warna yang dikontraskan dalam karya ini. Alia Swastika menyebut tubuh dalam karya ini dipotong-potong dan dibongkar. Polarisasi dalam karya mengacu pada warna kulit, latar belakang dan identitas. Unsur baru dalam karya Mella – sepatu – menanyakan siapa yang menginjak siapa?
Domain I dan II 2017
Domian I dan II yang dibuat tahun 2017 merupakan komentar mengenai apakah tubuh seseorang adalah domain diri sendiri atau domain aturan dan regulasi masyarakat. Tubuh dalam karya ini mengacu pada semua jenis kelamin. Undang-undang khusus yang dirujuk Mella adalah undang-undang yang menentukan apa yang bisa disebut sebagai pornografi dan yang bukan, dan undang-undang yang mengkriminalkan kontrol perempuan atas tubuh mereka sendiri. Tetapi ada juga ‘hukum informal’ – hukum yang mengatur perilaku moral, yang dijalankan oleh institusi-institusi tertentu, seperti penggerebekan hotel, dan penyitaan kondom, yang bukan merupakan hukum resmi tetapi dilakukan oleh institusi-institusi resmi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh apa yang diasumsikan oleh negara sebagai harapan masyarakat.
Blinkers dan Mindset 2017
Kedua karya ini, Blinkers and Mindset 2017, mengomentari pakaian dan caranya membentuk proyeksi kita tentang diri kita sendiri dan pandangan kita tentang lingkungan kita. Dalam karya ini Mella mengacu pada keragaman jenis pakaian di Indonesia, dan bagaimana hal itu membentuk visi Anda. Penutup mata dipinjam dari gerobak penarik kuda yang biasa dilihat di sekitar Yogyakarta, dan juga istilah untuk menutup mata (tidak peduli), atau sebagai ungkapan pola pikir tertentu.
Rubber Time II 2003
Rubber Time yang dibuat tahun 2003, juga berarti jam karet dalam bahasa Indonesia, yang mengacu pada fakta bahwa waktu yang melar, menjadi penyebab sebagian besar masalah ketepatan waktu. Tapi di sini Mella mengacu pada migrasi, kefanaan, dan tunawisma. Bahannya mencerminkan ruang hunian sementara. Karya ini dipilih karena mengacu pada arsitektur. Karya ini juga menjadi bagian dari produksi teater Je.Jalan bersama Teater Garasi tahun 2007.
Bale I dan II 2018
Kata bale, yang mengacu pada kata balai, merupakan sebutan untuk ruang arsitektur di Jawa dan Bali. Metodologi pengukuran ruang arsitektur ini diambil dari bentuk manusia. Mella membuat serangkaian gambar multimedia yang mengacu pada tubuh sebagai alat ukur. Karya ini mengacu pada arsitektur sehingga dipilih untuk karya instalasi ini.