Enka Komariah

Peristiwa-peristiwa historis kerap ditelisik para seniman karena ruang sejarah mendorong kembali imajinasi-gambar maupun cerita-perihal apa yang dianggap fakta dan kebenaran. Enka Komariah menggunakan sensibilitas gambar untuk menarasikan secara dramatis seri 'peristiwa kekalahan' di sepanjang sejarah Nusantara dan Indonesia. Rangkaian kejadian itu menurutnya layak diperingati, dan alih-alih boleh disebut sebagai 'monumen'. Ia menggambar di atas macam-macam salinan dokumen, mengumpulkan banyak catatan dan memasukkan arsip maupun foto ke dalam seri karyanya ini.

Gambar Pasca Perang Jawa (2024) menunjukkan versi artistiknya mengenai suasana usai kekalahan Pangeran Diponegoro. Perang Jawa (1825-1830) yang masyhur itu berakhir dengan ditangkapnya Sang Pangeran melalui perangkap licik dari pejabat Belanda. Enka tidak menampilkan tokoh, tapi drama-geger, kekacauan, ketragisan. Cerita kekalahan laksana bayangan hantu di mana-mana. Monumen Kekalahan (2024) adalah narasi/gambar di sekitar peristiwa 1965/1966, ketika para simpatisan komunis ditangkapi dan dibunuh. Kekalahan di Boyolali (2025) mengimajinasikan kembali sosok kakek-neneknya sesudah nama sang kakek berada dalam daftar para komunis.

Gambar Inggris di Jawa (2024) menggambarkan adegan peperangan di depan keraton, tengah berlangsung atau hampir usai. Karya ini tentang Geger Sepoy/Sepehi, 1812, peristiwa penyerbuan keraton Yogyakarta oleh pasukan Inggris untuk menggulingkan Sultan Hamengkubuwono II. Kisah sejarah ini berakhir dengan penghancuran, perampokan dan penjarahan besar-besaran atas keraton oleh Inggris. Sesudah 1812, hal-hal tidak pernah sama lagi bagi raja Jawa, karena "sultan harus memilih antara menjadi bawahan atau kehilangan semua kedudukan," tulis sejarawan Peter Carey.
Enka Komariah lahir di Klaten (Jawa Tengah), 1993. Lulusan Program Studi Seni Grafis, Jurusan Seni Murni, Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta, 2011-2017.