Sultan Putra

Karya Sultan Putra menekankan interaksi/partisipasi antara pengunjung dan karya di dalam sebuah pameran. Hal itu merefleksikan pandangan dalam estetika relasional yang menggarisbawahi hubungan sosial antara seniman, karya seni dan publiknya sangat penting sebagai syarat formatif keberadaan seni. Estetika ini bagi Sultan merayakan koneksi manusiawi bermakna, memperkuat empati dan kesadaran sosial. Karya seni rupa dengan demikian adalah alat untuk menciptakan ruang sosial yang inklusif, bersangkut-paut dan sekaligus reflektif.

Dalam karya ini Sultan mendayagunakan alat tukar mata uang koin. Benda receh ini bukan sekadar alat transaksi, melainkan perlambang niat dan harapan manusiawi, memiliki dimensi lebih dalam ketimbang nilai recehnya sendiri. Dalam peradaban kuno, ketika manusia sudah mengenal budaya logam, koin digunakan sebagai bagian dari ritual, doa dan permohonan. Di Jepang ada tradisi lama yang disebut Omikuji. Di tempat-tempat suci agama Shinto atau Buddha di sana, orang mengambil secarik kertas nujum (orakel) setelah memasukkan koin ke dalam kotak donasi. Adat dan peristiwa semacam itu menginspirasi ide Sultan dalam berkarya. Sepasang telapak tangan tengadah, berukuran raksasa yang dilukis di atas susunan keramik pada karya ini menggambarkan ruang simbolik yang menghimpun nilai-nilai universal, seperti harapan, kerja keras dan doa. Gaung bersahutan dari suara benturan koin yang tiap kali dilempar pengunjung ketika menyentuh permukaan keramik menyadarkan kekuatan yang sesungguhnya koin sebagai himpunan, bukan recehan yang cerai-berai. Koin-koin tersebut akan didonasikan sebagai bentuk kontribusi atau amalan dari seniman.
Sultan Putra Gemilang lahir di Sidoarjo, 1998. Lulusan Seni Rupa Murni, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Surabaya.