Tanah Air βeta adalah judul presentasi dan manifesto Murakabi dalam pameran ini. Tanah Air bagi Murakabi bukanlah warisan beku, tetapi ruang hidup bersama yang mesti dikembangkan dan diuji kembali. Istilah 'βeta' juga merujuk pada generasi dan ironi. 'βeta'-huruf kedua alfabet Yunani-adalah sebutan untuk generasi yang lahir antara tahun 2025 dan 2039, sesudah generasi Alpha. Generasi βeta akan hidup di dunia yang didominasi oleh teknologi kecerdasan buatan, yang mesti merumuskan ulang hubungan mereka dengan bumi, air dan sesamanya. Namun βeta adalah 'versi yang belum selesai': Indonesia pasca 1945 bagi Murakabi adalah ketidakpastian arah karena kebijakan yang terus berubah-ubah. Tanah Air βeta dengan demikian bukan karya seni sarat imaji, melainkan metafora untuk ruang hidup dan belajar bersama. Amalan seni Murakabi tidak berhenti pada keindahan rupa, tetapi praksis mengkaji dan membangun ulang relasi manusia Indonesia dengan tanah (dan) airnya.
Salah satu amalan ekologis Murakabi dalam pameran ini adalah dihadirkannya elemen konstruksi trasah watu. Ini adalah praktik 'teknologi' yang tepat pada pengerjaan pengerasan jalan-jalan di pedesaan yang memungkinkan air tetap meresap dan berbagai tumbuhan, khususnya tanaman obat bisa tumbuh di celah-celahnya. Keindahan trasah watu ini tentu bukan dari rautnya, tetapi dari sikap ngalah, yakni kemampuan manusia untuk merunduk pada irama alam. Berbentuk sirkular, trasah watu mengingatkan kita pada siklus alam yang memuliakan kelestarian dan keberlanjutan kehidupan. Negeri ini tercatat memiliki 74 ribu lebih desa, dan lingkungan inilah yang berada paling dekat dengan 'era lebih baru' di masa depan, ketika kemajuan Tanah Air Beta tidak hanya diukur dengan progres di bidang teknologi dan standar di dunia industri.
Supported By: